Pada kesempatan ini saya akan posting sedikit cerita dari masa lalu saya. Semoga dapat bermanfaat ;)
Kupandangi sepasang
sepatu baru yang sudah sebulan bertengger di rak sepatu di belakang pintu.
Sudah lama aku menginginkan sepatu baru yang bagus. Rasanya selalu tak sabar
untuk segera memakainya saat sekolah. Tapi memandangi rak sepatu itu lama-lama membuatku
termenung. Sebelumnya posisi sepatu itu ditempati oleh sepasang sepatu hitam
bertali yang warnanya telah mulai memudar. Lubang tempat talinya pun banyak
yang telah rusak. Sepintas tak ada yang istimewa dari sepatu bertali itu, tapi
aku terus terkenang padanya. Pikiranku pun melayang ke masa saat masih memakai
sepatu bertali itu.
Akhir November silam,
krisis yang melanda perekonomian kelurga bertambah buruk. Sore itu Ibu
menatapku dengan tatapan yang tak kupahami. Janjinya untuk membelikanku sepatu
baru terancam tertunda, ini karena munculnya tagihan acara sekolah akhir tahun
yang ingin kuikuti. Tiba-tiba aku merasa di hadapkan pada dua pilihan yang
begitu sulit untuk kupilih. Awan gelap yang menyelimuti lagit dan hujan yang
mulai turun diluar membuat perasaanku campur aduk. Aku terdiam sambil menunduk,
tak berani menatap wajah Ibuku dengan tatapan mataku yang kecewa. Setelah
berpikir panjang kuputuskan untuk menunda pembelian sepatu baru yang telah lama
kunantikan itu. Namun pikiranku kembali
berkecambuk, sepatu lamaku yang rusak parah tak mungkin kupakai lagi. Lalu apa
yang harus kupakai ke sekolah?
Seakan bisa membaca
pikiranku, Ibu lalu mengeluarkan sepasang sepatu hitam bertali dari kotak yang
sendari tadi ada disampingnya. Aku mengenali sepatu itu itu. Itu sepatu lama
milik adik lelakiku yang seukuran denganku. Kondisinya masih baik meski ada
lubang dibawahnya. Kuhembuskan nafas perlahan, berusaha membesarkan hatiku
sendiri. Melihat kondisi keluarga saat itu memang tak mungkin untuk memaksa orangtuaku
menuruti semua yang kumau. Daripada memakai sepatu lamaku yang rusak itu, mau
tak mau kuterima juga sepatu bertali itu.
Kumulai hari-hari
dengan sepatu bertali itu. Awalnya aku selalu membandingkannya dengan sepatu
taman-temanku yang bagus. Aku tak menyukainya, sepatu bertali itu seakan
membuat penampilanku semakin buruk. Apalagi setelah kupakai, lubang di sepatu
bertali itu bertambah di bagian tumit. Ini membuatku selalu berusaha untuk
menutupi lubang itu dari pandangan orang lain saat aku berjalan. Ingin rasanya
kulepas sepatu itu dan tak memakainya lagi. Tapi aku tak punya pilihan selain
memakainya.
Namun seiring dengan
berjalannya waktu, aku mulai menerima dan menyadari arti sepatu bertali itu.
Sempat aku berpikir jika sepatu itu bisa bicara ia pasti juga menolak untuk
kupakai. Aku mulai tersenyum bila air dengan mudah masuk melalui lubang itu
saat hujan. Juga ketika tanah yang kupijak menyusup masuk ke dalam sepatu
seusai penilaian lari, aku tertawa lepas tanpa rasa malu lagi. Mengingat saat
itu membuatku kembali tersenyum kini. Memakai sepatu bertali yang penuh
kekurangan itu membuatku memahami banyak hal. Memahami kerasnya usaha orangtuaku,
mengerti rasanya untuk tidak memaksakan kehendak , dan menikmati bersyukurnya
memiliki sepasang sepatu bagus yang tak semua orang bisa memilikinya.
Kutatap sepasang sepatu
baru itu sekali lagi. Andai sepatu bisa bicara ,akan kukatakan padanya bahwa
aku berjanji untuk merawatnya sepenuh hati.